Walau tak terkenal dibumi, namun sungguh sangat terkenal dilangit
(www.lasdipo.com)- Subhanallah sebuah kisah
Tauladan yang sangat luar biasa, yang mungkin tidak akan kita jumpai lagi hamba
Allah yang seperti di dalam kisah ini di jaman sekarang…….bacalah
Insyaallah bermanfaat …..
Pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, ada seorang
pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan
cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat
pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli
membaca Al Qur’an dan matanya mudah meneteskan airmata, pakaiannya hanya dua
helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk
selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan
tetapi sangat terkenal di langit. Pernah seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena
ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil
dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya
seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh
aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari
mencuri”.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak
famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan
kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais
bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk
sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan
untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti
keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang
lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan
puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni telah
memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wasallam. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah,
Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap
pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya
sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri
Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan
datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke
Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka
dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat
tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan
bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu
dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke
Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada
yang merawatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung
membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri
dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang
wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat
membutuhkan perawatannya dan tak tega ditinggalkan sendiri, hatinya selalu
gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu
hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada
ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam di
Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar
permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah
berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira
ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah
Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari
Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir,
bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas
di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu
dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam yang selama ini dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan
salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah radiyallahu anha, sambil menjawab salam
Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata
beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak berada di rumah melainkan berada di
medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi
yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin
menunggu kedatangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dari medan perang. Tapi,
kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang
sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada
ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam . Ia akhirnya
dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang
ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang,
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam langsung menanyakan tentang kedatangan orang
yang mencarinya. Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa Uwais
al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat
terkenal di langit). Mendengar perkataan Rosulullah, sayyidatina ‘Aisyah r.a.
dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a.,
memang benar ada yang mencari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan segera
pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia
tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais
al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak
tangannya.” Sesudah itu beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
memandang kepada sayyidina Ali r.a dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda :
“Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan
istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq
r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar
teringat akan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tentang Uwais al-Qarni,
sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali r.a untuk
mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman,
beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya
yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari
Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika,
Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada
rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar dan sayyidina Ali
mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan
itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka
di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui
Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan
sayyidina Ali memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat.
Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut
sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan
Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan
Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu
tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban
itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba
Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama
saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais
telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan
kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Sayyidina Ali memohon agar
Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada
khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan
Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar
dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya
mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu
Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal
kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus
dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba
diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini
tidak diketahui orang lagi”.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah
pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah
banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat
pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk
mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di
sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai.
Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang
berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah (Syeikh Abdullah
bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada
masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.) menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi
jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud
untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan
tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. Meninggalnya Uwais al-Qorni
telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak
diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap
melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling
bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah
Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang
kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari
wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah
sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke
bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk
Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi
tapi terkenal di langit.
******
Sifat yang dimiliki Uwais Al – Qorni sangatlah mulia, ini hanya
sedikit sifat dari sekian banyak sifat mulia yang Rasulullah miliki sehingga
mampu menjadi teladan kepada generasi terbaik pada saat itu. Yaaaah, mungkin
sangat sulit untuk mencontohnya secara letterleg,
setidaknya nilai upaya dan langkah yang kita jalani bisa
mengarah sebagaimana yang Rasulullah tuntunkan.
Maka dari itu, kenapa masih diam membisu disitu ..........
bergeraklah!
No comments:
Post a Comment